Sabtu, 15 Mei 2010
Aku kirim cerita ini ke sebuah majalah lebih dari 3 bulan yg lalu...
dan aku g nerima pemberitahuan apapun ttg dimuat ato enggaknya cerpenku ini di sana. Ciiih ..
Jd daripada nganggur di komputer gada yg baca..
aku share pada kalian ..
saya berharap kalian menikmatinya, hahaha...
jangan diapa apain y ceritanya... hahahah .. :)
=======================================================^_^
INDIGO
Langit begitu biru, bau rumput hijau kental menyelimuti ku. Matahari tampak hangat dan gaun putihku begitu indah, tubuhku begitu ringan seperti sebentar lagi ku bisa terbang melayang tanpa beban. Hatiku begitu damai …
“Howahm, episode lain dari hidupku lagi … Membosankan,” gerutu Kania. Masih dengan mata mengantuk, ia bergegas ke kamar mandi.
13-02-2010
Kelas Kania masih sepi. Hanya ada Amel yg sedang mengerjakan PR fisika, dan Eva dengan sarapannya. Kania menaruh tas di meja sebelah Amel lalu duduk dan membuka novel favoritnya.
“Apa yg lo lihat semalam?” kata Amel membuka pembicaraan.
“Tak ada yg spesial, “jawab Kania singkat.
“Ayolah Kania, lo itu spesial … “sahut Eva tiba-tiba.
“Hahaha, bisa lihat cuplikan episode selanjutnya dari hidup gue itu nggak spesial, nggak bakal bisa mengubah apapun.” Ujar Kania dengan mata tertambat pada novelnya.
“Paling nggak lo kan bisa siap-siap, nggak kayak gue yg nggak ngerti arah hubungan gue sama Radit,” gerutu Amel, “pengen deh punya sixsense kaya elo, Ni”.
“Lho, kok malah curhat sih, Mel,” kata Eva yg sudah menghabiskan sarapannya, “ayo dong, lho mimpi apa semalem, Ni?”
“Mungkin gue bakal dibeliin gaun baru, hahaha, habis di mimpi gue, gue pake’ gaun yg nggak gue punya sih…” Kania tersenyum santai.
Bel pulang berbunyi, Kania ingin segera tiba di rumah sebelum hujan turun karena langit begitu mendung. Ia memasang headset di kedua telinganya lalu menaiki sepeda kesayangannya pulang.
Tiba-tiba hujan lebat turun, Kania mengayuh sepedanya ke sebuah pos satpam di tepi jalan. Di sana seorang cowok yg begitu dikenal Kania berdiri gelisah memegang sebuah walkingstick.
“Kak Tio, ngapain di sini?” Tanya Kania.
“Wah, Kania ya …” sahut cowok itu berseri, “untung ada elo, kayaknya gue kesasar nih … Tadi gue salah naik angkot.”
“Hahaha, yaudah kak, nanti pulangnya bareng Kania aja…” ujar Kania senang.
Kak Tio adalah tetangga dekat Kania sejak kecil. Sejak lahir dia buta, dan dia belum cukup beruntung untuk mendapat donor mata. Sejak dulu, Kania sangat mengagumi kak Tio, bukan cuma karena ketampanannya, tapi juga karena semangatnya yg bersinar. Tapi lama-lama rasa kagum itu sedikit berbunga di hati Kania menjadi cinta.
Sepeda Kania berhenti di depan rumah kak Tio. Tante An, ibu kak Tio, menyambut gembira kedatangan mereka. Wajah tante An terlihat lega.
“Untung ada Kania, ma. Kalo enggak, Tio mungkin belum sampe rumah.”Kata kak Tio.
“Makasih ya Kania, tadi tante khawatir sekali.” Ujar tante An.
“Hahaha, nggak masalah tante. “sahut Kania.
“Eh besok kan Minggu, kamu mau nggak nemenin Tio jalan-jalan?” tanya tante An.
“Ah, mama ni, kan ngrepotin Kania, biar Tio sendiri aja.” Gerutu kak Tio.
“Enggak kok kak, Kania seneng malah, hehe…” Kania tersenyum simpul, “udah ya, Kania mandi dulu, bau, haha.”
14-02-2010
Cowok bersyal biru itu berjalan tanpa beban, tanpa sadar sebuah mobil melaju kencang di samping kirinya. ‘Awas!’ , seruku. Tapi dia diam saja, headset itu membuatnya tuli. Dia tidak boleh mati begitu saja, aku belum mengatakan jika aku benar benar mencintainya. Tanpa sadar tanganku meraihnya, mendorongnya ke sisi lain jalan. Semua begitu cepat, tubuhku mengejang. Darah, aku berdarah, dan semua gelap.
Kania terbangun, jam menunjukan pukul 03.10 dini hari.
‘Apa itu tadi? Apakah barusan aku melihat episode kematianku sendiri? ‘
Benak Kania diliputi tanya. Semua yg ada dalam mimpi Kania pasti akan jadi kenyataan, itulah kelebian Kania. Indigo yg semula tak pernah dipedulikannya, kini membuatnya takut.
Kania merasa sangat mengantuk karena tak tidur lagi setelah mimpi itu. Meski begitu, ia berjanji akan menemani kak Tio jalan-jalan pagi. Apalagi hari ini hari valentine. Jadi, Kania berusaha melupakan sejenak mimpinya semalam. Mereka pergi berdua ke taman.
“Hey kak, apa yg pengen kakak lihat dari dunia ini?” kata Kania tiba-tiba.
“Heem, apa ya? Pertama aku pengen lihat mama… Lalu aku pengen lihat elo, habis kata mama, elo cantik.” Kak Tio tersenyum penuh arti. Muka Kania memerah.
“Nggak nyangka ya kak, udah 16 tahun kita temenan, haha…” Kania mengalihkan pembicaraan.
“Iya ya, kamu satu satunya cewek yg deket sama aku selain mamaku”. Muka Kania memerah lagi mendengar kata kata kak Tio.
“Besok kakak ulang tahun kan?” ujar Kania.
“Iya, besok gue 17 tahun, pokoknya elo harus kasih kado yg spesial buat gue, karena elo orang spesial buat gue. Hahaha…” kak Tio tersenyum lagi.
‘Deg deg deg… Debaran apa ini? Kenapa aku merasa bahagia?’
Sepanjang pagi mereka terus berdua dan debaran jantung Kania selalu mengiringi setiap percakapan mereka. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Kania bingung dengan perasaannya.
Hari ini berlalu cepat, dan Kania bahagia telah menghabiskan waktu valentine bersama kak Tio. Tapi Kania pikiran Kania tetap tak bisa lepas dari mimpinya.
‘Aku tak boleh menolong orang bersyal biru itu, dengan begitu aku tak kan mati.’
Pikir Kania dalah hati.
15-02-2010
‘Hari ini ultah gue’, kata cowok bersyal biru itu, ‘air mata menetes di pipinya. ‘tapi elo malah ninggalin gue, Kania.’
Pukul 04.25. Kania duduk tegak di ranjangnya. Tersenyum, menyadari sesuatu.
‘Hari ini gue mati’ katanya dalam hati. ‘ buat orang yg gue sayang’
Kania mengambil selembar kertas lalu menulis untuk mamanya.
Di sekolah, Kania menghampiri Amel yg sedang mengerjakan PR matematika, dan memeluk sahabat baiknya itu. Kania merasa bahwa hari ini dia harus membahagiakan orang-orang yg disayanginya.
Saat bel pulang berbunyi, dengan tenang Kania mengayuh sepedanya. ‘Kania melihat kak Tio di jalan, memakai syal biru dan headset di telinganya, tak menyadari datangnya mobil dari sisi kirinya. Sepeda Kania ditinggalkan ditepi jalan, ia menghampiri kak Tio.
“Awas!” seru Kania sambil mendoring tubuh kak Tio kedepan.
Suara benturan, rasa sakit yg tak terbayangkan, bau darah, gelap.
ab
Langit begitu biru, bau rumput hijau kental menyelimuti Kania. Matahari tampak hangat dan gaun putih Kania begitu indah, tubuh Kania begitu ringan seperti sebentar lagi ia bisa terbang melayang tanpa beban. Kania merasa begitu damai …
ab
15-03-2010
Tio baru saja keluar dari rumah sakit, perban matanya telah dibuka. Kini Kania adalah bagian dari tubuhnya dan tak kan bisa terpisahkan. Pada mata Tio ada mata Kania.
Itu permintaan Kania pada mamanya yg ditulis pada surat terakhir Kania. Matanya untuk kak Tio.
Hal pertama yg dilihat Tio dari dunia adalah mamanya. Dan hal kedua adalah foto Kania yg tersenyum.
“mama benar, kamu memang cantik.” Bisik Tio lirih.
ab
Label: my own